SLB Widya Karya

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

LAYANAN PENDIDIKAN LANJUTAN BAGI AUTISM




Layanan Pendidikan Lanjutan


Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh" dari gejala autistiknya.

Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya
sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,
serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.

Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam
kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam
meniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru
tingkah laku anak normal seusianya.

KEKUATAN BESAR MUSIK









KEKUATAN BESAR MUSIK


Kisah nyata yang sangat menyentuh ini diceritakan kembali oleh Dra. Hj. Isye Widodo saat peluncuran intervensi musik bagi penyandang kebutuhan khusus di Sekolah Musik Kawai. Setidaknya ada dua hal yang ingin diutarakan Isye. Pertama, agar orang tua selalu melihat kelebihan anak dan bukan kekurangannya. Kedua, musik memiliki kekuatan sangat besar bagi kesehatan fisik maupun psikis manusia dan dapat meningkatkan IQ dan EQ semua orang. Tak heran bila Isye menyambut positif Sekolah Musik Kawai yang menyediakan wadah pelatihan musik bagi para penyandang tunagrahita.

ANAK dengan MASALAH PERKEMBANGAN KOGNITIF





Anak dengan Masalah Perkembangan Kognitif

Menurut IDEA dikatakan anak dengan masalah perkembangan kognitif adalah anak yang mengalami gangguan di satu atau lebih proses dasar psikologi termasuk, memahami dan menggunakan bahasa (verbal dan tulisan), yang berdampak pada kemampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan kalkulasi matematika. Termasuk juga gangguan persepsi, kerusakan otak, fungsi minimal otak, disleksia, dan aphasia. Penyebab terjadinya masalah perkembangan kognitif pada seorang anak adalah:
o Faktor fisiologis, seperti kerusakan otak, keturunan, dan ketidak seimbangan proses kimia dalam tubuh
o Faktor lingkungan, gizi yang buruk, keracunan, kemiskinan.

Karakteristik dari anak dengan masalah perkembangan kognitif adalah:
o Berkaitan dengan atensi, persepsi, gangguan memori, proses informasinya.
o Secara akademik, bermasalah pada kegiatan membaca, menulis, matematika dan berbahasa verbal
o Secara sosial dan emosional, umumnya memiliki harga diri yang rendah karena dianggap sebagai anak yang tidak mampu. Dengan kesulitannya ini anak menjadi mengganggap dirinya tidak mampu untuk melakukan sesuatu
o Secara perilaku, mereka menjadi sulit untuk mengendalikan gerak tubuhnya, tidak mau duduk diam, berbicara terus, melakukan agresi fisik dan verbal

Proses identifikasi, apabila ditemukan anak dengan ciri-ciri seperti yang telah diuraikan di atas, maka orangtua atau guru harus segera membawa ke ahlinya agar mendapat penanganan yang lebih tepat. Semakin dini penanganannya maka semakin besar kemungkinan anak untuk tumbuh dan bekembang seperti anak normal pada umumnya.

Salah satu masalah perkembangan kognitif yang banyak muncul adalah gangguan kesulitan pemusatan perhatian. Ciri-ciri dari anak yang mengalami kesulitan pemusatan perhatian tersebut adalah :
o Menghindari, enggan dan mengalami kesulitan melaksanakan tugas- tugas yang membutuhkan ketekunan yang berkesinambungan
o Sering menghilangkan benda-benda yang diperlukan untuk menye-lesaikan tugas atau kegiatan lain
o Sering sulit mempertahankan dan memusatkan perhatian pada waktu melaksanakan tugas atau kegiatan bermain (perhatian mudah teralih)
o Seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak berbicara secara langsung
o Mengalami kesulitan berkonsentrasi di dalam kelas
o Sering sulit mengatur tugas dan kegiatan-kegiatan
o Pelupa dengan kegiatan sehari-hari
o Pada waktu melaksanakan tugas, tampak sering melamun atau ‘bengong’
o Tidak mampu mengikuti perintah atau gagal menyelesaikan tugas sekolah (bukan disebabkan tingkah laku/sikap menentang atau kegagalan untuk memahami petunjuk
o Sering mencari alasan untuk berhenti sejenak pada waktu melaksanakan tugas
o Mengerjakan tugas-tugas secara sembarangan

Dalam lingkup anak berkebutuhan khusus juga dikenal istilah Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang secara umum dapat diidentifikasi dari tiga hal, yaitu tidak perhatian (inattention), hiperaktif, dan impulsif. Tidak perhatian berarti anak mengalami kesulitan memusatkan dan mempertahankan perhatian terhadap tugas yang diberikan sehingga perhatiannya mudah teralihkan. Hiperaktif berarti anak tampak memiliki energi yang besar sekali sehingga cenderung mudah gelisah dan sulit untuk bersikap tenang dalam mengerjakan suatu aktivitas. Impulsif berarti anak cenderung mengalami kesulitan mencegah perilaku yang tidak sesuai seperti berbicara secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dulu atau terlibat dalam perilaku yang destruktif (Omrod, 2009 : 238).

 Ciri-ciri anak Hiperaktifitas dan Impulsifitas adalah :
o Selalu dalam keadaan ‘siap gerak’ atau aktivitas seperti digerakkan oleh mesin
o Tidak bisa duduk diam
o Mudah terangsang dan impulsif
o Sulit dikendalikan
o Sering berbicara berlebihan
o Sering menimbulkan kegaduhan pada waktu melakukan sesuatu atau bermain
o Mudah mengalami kecelakaan
o Barang-barang dan alat bermain yang dipakai sering rusak
o Sering melontarkan jawaban sebelum selesai ditanyakan
o Meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana anak sebenarnya diharapkan untuk dapat duduk tenang
o Sulit menunggu giliran
o Sering memaksakan diri terhadap orang lain
o Perilaku agresif, mudah overstimulasi
o Tidak matang secara social
o Rendah harga diri dan sangat mudah frustrasi



Catatan:
Tidak semua symptom-symptom di atas muncul pada setiap anak yang mengalami gangguan tersebut, dan dengan derajat keparahan yang berbeda. Setiap anak itu adalah unik dan memperlihatkan kombinasi yang berbeda dalam perilaku, kebisaan, kelemahan, minat, bakat dan keterampilan.
Penting untuk diketahui bahwa perilaku-perilaku di atas itu adalah normal terjadi pada anak-anak untuk derajat keparahan tertentu pada tahapan perkembangan tertentu juga. Contoh: adalah normal jika anak kecil itu masih mengalami kesulitan untuk menunggu giliran, rentang perhatiannya pendek, dan tidak dapat duduk tenang untuk waktu yang lama. Namun, ketika anak memunculkan perilaku-perilaku itu secara berlebihan sehingga tidak sesuai dengan tahapan perkembangan di usianya maka dapat kita katakan bahwa anak itu berada dalam kesulitan atau bermasalah. Dengan demikian anak memerlukan pertolongan dan intervensi.

Landasan Yuridis Anak Berkebutuhan Khusus & KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS





Landasan Yuridis Anak Berkebutuhan Khusus

Peraturan-peraturan serta hukum-hukum terkait dengan anak berkebutuhan khusus pun sudah banyak dibuat dan diimplementasikan di negara-negara yang mengadopsi hukum-hukum tersebut. Berdasarkan kesepakatan bersama di Salamanca, yang menghasilkan Salamanca Statement dan Pendidikan Inklusif, 1994, dan memberikan pemahaman baru tentang pendidikan inklusif yaitu:
 Memberi hak kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah. Termasuk yang mempunyai kebutuhan khusus (anak luar biasa) baik temporer maupun permanen.
 Memberi hak kepada setiap anak untuk masuk sekolah yang berada di lingkungan komunitas mereka dalam kelas-kelas inklusif.
 Memberi hak kepada setiap anak untuk berpartisipasi di pusat pendidikan untuk layanan kebutuhan individual.
 Memberi hak semua anak untuk berpartisipasi dalam pendidikan yang berkualitas yang bermakna bagi setiap individu.
 Dipercayai bahwa pendidikan inklusif pada gilirannya akan membentuk satu masyarakat inklusif.
Di Indonesia, aturan dan dasar hukum yang melandasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sebagai berikut:
 UUD 1945 (amandemen) pada Pasal 31, ayat (1) : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan kemudian di ayat (2) : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
 UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, di Pasal (5 ) dikatakan: “ Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Didukung oleh Pasal (6 ) yang menyatakan: “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: ayat 1 : Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada Pasal 48: Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Pasal 51: Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. Pasal 52: Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus. Pasal 53: Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan Cuma-Cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
 UU no. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pada Pasal 5, ayat (1): Setiap warga negara mempunyai HAK YANG SAMA untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, ayat (2) : Warga negara yang mempunyai KELAINAN fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh PENDIDIKANKHUSUS, ayat (3) : Warga negara di daerah TERPENCIL atau TERBELAKANG serta MASYARAKAT ADAT yang TERPENCIL berhak memperoleh PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS, ayat (4):Warga negara yang memiliki potensi KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA berhak memperoleh PENDIDIKAN KHUSUS. Dilanjutkan pada Pasal 32 ayat (1): PENDIDIKAN KHUSUS merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena KELAINAN fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi KECERDASAN dan BAKAT ISTIMEWA. Ayat (2): PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
 UU no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS juga sudah menetapkan mengenai pendidikan khusus bagi anak yang berkebutuhan khusus diwujudkan pada Pasal 32 ayat 1, yaitu:
o Tunarungu, Tunawicara
o Tunagrahita : Ringan (IQ = 50-70), Sedang (IQ = 25-50), (a.l. Down Syndrome)
o Tunadaksa : Ringan, Sedang
o Tunalaras (Dysruptive) & HIV AIDS & Narkoba
o Autis, Sindroma Asperger
o Tunaganda
o Kesulitan Belajar / Lambat Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dysgraphia/Tulis, Dyslexia/   Baca, Dysphasia/ Bicara, Dyscalculia/ Hitung, Dyspraxia/ Motorik)
o GIFTED : Potensi Kecerdasan Istimewa (IQ > 125 ) &
o TALENTED : Potensi Bakat Istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico-mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Natural, Intrapersonal, Spiritual) &
o INDIGO











KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Berdasarkan sejarah panjang yang ada, peraturan hukum yang dibuat, serta pendapat para ahli maka anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai ”Anak yang secara sifnifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikatagorikan sebagai anak berkebutuhan khusus/luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional” (Suran dan Rizzo, 1979 dalam Mangunsong, F 2009).
Anak berkebutuhan khusus pun menurut Hallahan dan Kauffman (2006) memerlukan pendidikan dan layanan yang khusus agar potensi kemanusiaan yang mereka miliki dapat berkembang. Anak berkebutuhan khusus sudah jelas tampak berbeda dengan anak kebanyakan dalam satu atau lebih hal semisal: adanya keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosi atau perilaku, hambatan fisik, hambatan berkomunikasi, autisma, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan atau keberbakatan dan kecerdasan istimewa (hal 8, dalam Mangunsong F, 2009). Kekhususan yang dikaitkan dengan perbedaan cara belajar tentunya memberikan dampak pada cara menginstruksikan yang berbeda dengan anak yang biasa. Kekhususan yang dialami setiap anak bisa jadi memiliki penyebab, tingkat keparahan, dampak bagi kemajuan pendidikan dan dampak itupun jadi berbeda jika dikaitkan dengan usia, jenis kelamin dan lingkungan hidup anak tersebut masing-masing.

ANAK LUAR BIASA DAN KEBUTUHAN PEMBELAJARANYA




ANAK LUAR BIASA DAN KEBUTUHAN PEMBELAJARANYA

Setiap jenis kelainan anak yang tergolong Anak Berkebutuhan Khusus secara fisik dan psikologis memiliki karakteristik yang khusus.
Secara umum dan mendasar pendidikan dan pembelajaran ABK tidak berbeda dengan anak biasa. Akan tetapi karena karakteristiknya setiap jenis ABK memiliki kebutuhan yang khusus dalam pendidikan atau pembelajarannya. Dengan demikian hal tersebut diatas dapat mempengaruhi proses pembelajarannya. Kebutuhan pembelajaran inilah yang membedakan pembelajaran biasa dengan pembelajaran adaptif (PLB).

A. Anak Tunanetra dan kebutuhan pembelajarannya
Anak Tunanetra
Tunanetra (Visually Impaired) adalah mereka yang penglihatannya menghambat untuk memfungsikan dirinya dalam pendidikan, tanpa menggunakan material khusus, latihan khusus atau bantuan lainnya secara khusus.
Mereka termasuk anak yang :
  • Melihat dengan acuity 20/70 (anak tunanetra melihat dari jarak 20 feet sedangkan orang normal dari jarak 70 feet).
  • Mampu membaca huruf E paling besar di Snellen Chart dari jarak 20 feet (acuity 20/200 -legallyy blind)
Kelompok lebih terbatas lagi adalah mereka yang:
  • Mengenal bentuk atau objek dari berbagai jarak.
  • Menghitung jari dari berbagai jarak.
  • Tidak mengenal tangan yang digerakkan.
  • Kelompok yang lebih berat lagi adalah mereka yang:
  • Mempunyai persepsi cahaya (light perception)
  • Tidak memiliki persepsi cahaya (no light perception)
Pengelompokan secaca pendidikan
Secara pendidikan tunanetra dikelompokkan menjadi:
  1. Mereka mampu membaca cetakan standart.
  2. Mampu membaca cetakan standart dengan menggunakan kaca pembesar.
  3. Mampu membaca cetakan besar (ukuran Huruf No. 18).
  4. Mampu membaca cetakan kombinasi cetakan regular dan cetakan besar.
  5. Membaca cetakan besar dengan menggunakan kaca pembesar.
  6. Menggunakan Braille tetapi masih bisa melihat cahaya (sangat berguna untuk mobilitas).
  7. Menggunakan Braille tetapi tidak punya persepsi cahaya.
Kebutuhan Pembelajaran anak tunanetra
Keterbatasan anak tunanetra:
1. Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru.
2. Keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan
3. Keterbatasan dalam mobilitas.
Karena itu pengajaran bagi tunanetra harus mengacu kepada:
1. Kebutuhan akan pengalaman kongkrit.
2. Kebutuhan akan pengalaman memadukan
3. Kebutuhan akan berbuat dan bekerja dalam belajar.
Media belajar Anak Tunanetra dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Kelompok buta dengan media pendidikannya adalah tulisan braille.
2. Kelompok low Vision dengan medianya adalah tulisan awas.

B. Anak Tunarungu dan kebutuhan pembelajarannya
Tunarungu
Untuk mengidentifikasi anak tunarungu, seorang guru harus mengetahui gejala dan tanda tandanya, seperti:
  1. Sering mengeluh tentang sakit telinganya.
  2. Artikulasi bicaranya jelek.
  3. Pertanyaan yang mudah kurang tepat jawabannya.
  4. Pada situasi bicara biasa anak sering salah dalam merespon dan perhatiannya kurang.
  5. Mendengar lebih jelas bila berhadapan muka dengan yang diajak bicara.
  6. Sering meminta diulangi apa yang diucapkan pembicara.
  7. Bila mendengarkan radio ia sering memutar volume sangat tinggi sehingga untuk ukuran orang normal sudah melebihi batas.
Kebutuhan pembelajaran Anak tunarungu
Saran untuk para guru dalam pembelajaran:
  1. Dalam berbicara jangan membelakangi anak.
  2. Anak hendaknya duduk dan berada ditengah paling depan kelas sehingga memiliki peluang untuk mudah membaca bibir guru.
  3. Bila telinganya hanya satu yang tuli tempatkan anak sehingga telinga yang baik berada dekat dengan guru.
  4. Perhatikan posture anak, sering anak meggelengkan kepala untuk mendengarkan.
  5. Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru dan bicaralah dengan anak dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejara dengan kepala anak.
  6. Guru bicara dengan volume biasa tetapi gerakan bibirnya harus jelas.
Pengajaran anak tunarungu mempertimbangkan:
1. Merehabilitasi pendengarannya.
2. Mengembangkan Komunikasinya.
3. Mengembangkan dan menata pendidikan


STRATEGI PEMBELAJARAN PROGRAM KHUSUS BINA DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA











1. Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru beraneka ragam. Ada guru yang memulai kegiatannya dengan menunggu pertanyaan dari siswa, ada yang aktif memulai dengan

mengajukan pertanyaan kepada siswa, ada pula yang mulai dengan memberikan penjelasan materi yang akan diuraikan, dan ada yang memulai dengan mengulangi penjelasan tentang materi yang lalu, dikaitkan dengan pelajaran yang baru. Sebagian, ada yang melanjutkan dengan kegiatan menjawab dengan pertanyaan siswa, membentuk kelompok diskusi atau menggunakan program kaset untuk didengarkan bersama. Biasanya, kegiatan pembelajaran itu ditutup dengan tes atau rangkuman materi yang telah dijelaskan.

Setiap guru mempunyai cara sendiri untuk menentukan urutan kegiatan pembelajarannya. Setiap cara dipilih atas dasar keyakinan akan berhasil menggunakannya dalam mengajar. Pemilihan cara mengajar mungkin didasarkan atas intuisi, kepraktisan, atau mungkin pula atas dasar teori-teori tertentu.

Bagi seorang guru, kemampuan menyusun strategi pembelajaran merupakan modal utama dalam merencanakan kegiatan pembelajaran secara sistematis. Apa yang akan diajarkannya bukan saja harus relevan dengan kebutuhan peserta didik dan tujuan pembelajaran. Melainkan juga harus dapat dikuasai, dimiliki dengan baik oleh peserta didik yang diajarnya. Di samping itu, kegiatan pembelajaran juga harus menarik dan bervariasi.

Bagi seorang pengelola program pendidikan, kemampuan menyusun strategi pembelajaran sangat bermanfaat dalam menetapkan materi pelajaran, media, dan fasilitas yang dibutuhkan serta dalam menyarankan penggunaan metode pembelajaran yang lebih tepat kepada guru. Sedangkan bagi guru sebagai pengembang pembelajaran, kemampuan tersebut merupakan tulang punggung dalam menyusun bahan ajar atau membuat prototipe sistem/model pembelajaran.



2. Pengertian

Strategi pembelajaran berkenaan dengan pendekatan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistimatis, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai/dimiliki oleh peserta didik dan dapat berlangsung secara efektif dan efesien. Untuk itu di dalam strategi pembelajaran terkandung empat unsur/komponen sebagai berikut :

1. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan guru dalam menyampaikan isi pelajaran kepada peserta didik dan kegiatan peserta didik dalam merespons materi;

2. Metode pembelajaran, yaitu cara guru mengorganisasikan dan menyampaikan pelajaran, materi pelajaran dan mengorganisasikan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

3. Media pembelajaran, peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

4. Waktu yang digunakan oleh guru dan peserta didik untuk menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan pembelajaran;

Dengan demikian, strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, metode pembelajaran, media dan bahan pelajaran, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan perkataan lain, strategi pembelajaran dapat pula disebut sebagai cara sistimatis dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Strategi pembelajaran berkenaan dengan bagaimana (the how) menyampaikan isi pelajaran.

Rumusan strategi pembelajaran lebih dari sekedar urutan kegiatan dan metode pembelajaran saja. Di dalamnya terkandung pula media pembelajaran dan pembagian waktu untuk setiap langkah kegiatan tersebut.

3. Komponen Strategi Pembelajaran

Secara keseluruhan strategi pembelajaran terdiri dari empat komponen utama, yaitu :

1. Urutan kegiatan pembelajaran

Komponen Utama yang pertama, yaitu urutan kegiatan pembelajaran mengandung beberapa komponen, yaitu pendahuluan, penyajian dan penutup.

Komponen Pendahuluan terdiri atas tiga langkah sebagai berikut :

a. Penjelasan singkat tentang isi pelajaran.

b. Penjelasan relevansi isi pelajaran baru dengan pengalaman peserta didik, dan

c. Penjelasan tentang tujuan pembelajaran.

Komponen Penyajian juga terdiri atas tiga langkah, yaitu :

a. Uraian

b. Contoh dan

c. Latihan.

Komponen penutup terdiri atas dua langkah sebagai berikut :

a. Tes formatif dan umpan balik dan

b. Tindak lanjut.

2. Metode pembelajaran

Komponen Utama yang Kedua, yaitu metode pembelajaran, terdiri atas berbagai macam metode yang dapat digunakan dalam setiap langkah pada urutan kegiatan pembelajaran. Setiap langkah tersebut mungkin menggunakan satu atau beberapa metode, tetapi mungkin pula beberapa langkah menggunakan metode yang sama

Metode pembelajaran harus mampu menghantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dengan cara-cara yang tepat sehingga memberi kemudahan peserta didik dalam belajarnya. Selain itu fungsi metode dalam pembelajaran akan optimal apabila di dalam penggunaannya mampu memberikan kesenangan atau kegembiraan bagi peserta didik.



3. Media

Komponen Utama yang Ketiga, yaitu media pembelajaran, berupa media cetak, dan atau media non cetak seperti misalnya media Audio Visual yang dapat digunakan pada setiap langkah kegiatan pembelajaran, seperti halnya penggunaan metode pembelajaran, mungkin beberapa media digunakan pada suatu langkah atau satu media digunakan untuk beberapa langkah kegiatan pembelajaran

4. Bahan pelajaran

5. Waktu yang digunakan pengajar.



D. Menyusun Strategi Pembelajaran

Penyusunan strategi pembelajaran haruslah didasarkan atas tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai kriteria utama. Di samping itu, penyusunan tersebut didasarkan pula atas pertimbangan lain, yaitu hambatan yang mungkin dihadapi pengembang pembelajaran atau guru, seperti waktu, biaya, fasilitas. Tidak ada strategi yang tepat untuk mencapai semua tujuan. Urutan kegiatan pembelajaran pada penyajian, misalnya, belum tentu selalu UCL (Uraian, Contoh dan Latihan) mungkin dapat berbentuk CUL. Sedangkan urutan kegiatan pembelajaran pada pendahuluan yang tersusun DRT (Diskripsi Singkat, Relevansi dan TP) dan penutup yang terdiri dari TUT (Tes Formatif, Umpan Balik, dan Tindak Lanjut) tampaknya tidak perlu mengalami perubahan.

Setiap urutan kegiatan seperti DRT – UCL – TUT atau urutan yang lain, selalu diikuti pemilihan metode dan media serta penentuan waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus.

Khusus mengenai penentuan waktu bagi setiap kegiatan, di samping menggunakan kegiatan sebagai kriteria, juga pemgembang pembelajaran, menggunakan jenis metode dan media sebagai kriteria lain. Ini berarti penentuan waktu setiap kegiatan tersebut dilakukan atas pertimbangan langkah dalam urutan kegiatan seperti D, R, T. U, C, L, T, U, T dan komponen metode dan media yang digunakan. Perubahan pada metode dan media tersebut memungkinkan perubahan waktu yang dibutuhkan guru dan peserta didik. Karena itu penyusunan metode pembelajaran harus dilakukan dengan mengintegrasikan keempat komponen yang tergabung di dalamnya, yaitu urutan kegiatan pembelajaran, metode, media dan waktu. Kekurangan salah satu di antaranya akan menghasilkan strategi pembelajaran yang kurang komperhensif untuk dijadikan dasar dalam pengembangan bahan belajar atau sistem pembelajaran.



KONSEP DASAR PEMBELAJARAN ADAPTIF DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


A. Hakekat Pembelajaran Adaptif
Pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa yang dimodifikasi dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari, dilaksanakan dan memenuhi kebutuhan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Dengan demikian pembelajaran adaptif bagi ABK hakekatnya adalah Pendidikan Luar Biasa (PLB). Sebab didalam pembelajaran adaptif bagi ABK yang dirancang adalah pengelolaan kelas, program dan layanannya.
Pendidikan Luar Biasa adalah pendidikan biasa yang dirancang, diadaptasikan sesuai dengan karakteristik masing-masing kelainan anak sehingga memenuhi kebutuhan pendidikan ABK.
Rancangan Pendidikan Luar Biasa terdiri tiga komponen pokok kelas, program dan layanan. Ketiga komponen tersebut bila dirancang dengan baik dan sempurna akan memenuhi kebutuhan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Dengan demikian Pendidikan Luar Biasa adalah Pembelajaran yang dirancang untuk merespon atau memenuhi kebutuhan anak dengan karakteristik yang unik dan tidak dapat dipenuhi kurikulum sekolah biasa, sehingga perlu diadaptasi yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Dengan uraian tentang Hakekat Pembelajaran adaptif di atas, maka secara operasional di lapangan pengertian Pendidikan Luar Biasa dapat diartikan sebagai kelas khusus, program khusus dan atau layanan khusus yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

B. Hakekat Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus
Apabila kita membicarakan Pendidikan Luar Biasa yang dalam bahasa Inggris disebut “Special Education”, maka tidak bisa lepas dengan Anak Berkebutuhan Khusus atau Exceptional Children. Untuk Anak Berkebutuhan Khusus dikenal juga istilah anak cacat, anak berkelainan, anak tuna dan dalam pembelajarannya menjadi salah satu kelompok anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Dalam penggunaan istilah tersebut anak berkebutuhan khusus di atas memiliki konsekuensi berbeda. Istilah yang paling tepat tergantung dari mana kita memandang. Seperti dalam bahasa Inggris dikenal istilah Impairment, disability, handicap.
Impairment berhubungan dengan penyakit dan kelainan pada jaringan.
Disability berhubungan dengan kekurangan/kesalahan fungsi atau tidak adanya bagian tubuh tertentu.
Handicap berhubungan dengan kelainan dan ketidakmampuan yang dimiliki seseorang bila berinteraksi dengan lingkungan.
Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki kelainan pada fisik, mental, tingkah laku (behavioral) atau indranya memiliki kelainan yang sedemikian sehingga untuk mengembangkan secara maksimum kemampuannya (capacity) membutuhkan PLB atau layanan yang berhubungan dengan PLB.
Sesuai dengan hak asasi sebagai anak dimana ia harus tumbuh dan berkembang di tengah lingkungan keluarga, maka PLB dalam bentuk Kelas khusus yang lokasinya berada di SLB harus dirancang sedemikian rupa sehingga program dan layanannya dekat dengan lingkungan ABK.
Pada akhir perkembangan sekarang ini, Anak luar Biasa sudah mulai dianggap sebagai manusia biasa sama seperti yang lain. Ia memilii hak yang sama. Hal ini menimbulkan perlakuan yang wajar seperti pada anak yang lain yaitu dididik dan disekolahkan.
Perbedaannya hanya terletak pada adanya kelaian yang disandangnya, Kelainan bisa terletak pada fisiknya, mentalnya, sosialnya atau perpaduan ketiganya. Mereka mengalami kelainan sedemikian rupa sehingga membutuhkan pelayanan Pendidikan Luar Biasa. Dengan sikap ini maka ia memiliki hak yang sama dengan anak biasa lainnya. Dengan sikap ini timbul deklarasi hak asasi manusia penyandang cacat yang meliputi:
  1. Hak untuk mendidik dirinya. (The Right to Educated Oneself)
  2. Hak untuk pekerjaan dan profesi.(The Right to Occupation or Profession)
  3. Hak untuk memelihara kesehatan dan fisik secara baik ( The Right to Maintain Health and Physical Well Being)
  4. Hak untuk hidup mandiri (the Right to Independent Living)
  5. Hak untuk kasih sayang (Right to Love)
Pengelompokan Anak Berkebutuhan Khusus
Untuk keperluan Pendidikan Luar Biasa, Anak Berkebutuhan Khusus dapat dibagi kedalam 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Masalah (problem) dalam Sensorimotor
Anak yang mengalami kelainan dan memiliki efek terhadap kemampuan melihat, mendengar dan kemampuan bergeraknya. Problem ini kita sebut Sensorimotor Problem.
Kelainan sensorimotor biasanya secara umum lebih mudah diidentifikasi, ini tidak berarti selalu lebih mudah dalam menemukan kebutuhannya dalam pendidikan.
Kelainan sensorimotor tidak harus berakibat masalah pada kemampuan inteleknya. Sebagian besar anak yang mengalami masalah dalam sensorimotor dapat belajar dan bersekolah dengan baik seperti anak yang tidak mengalami kelainan.
Ada tiga (3) jenis kelainan yang termasuk problem dalam sensorimotor yaitu:
a. Hearing disorders (Kelainan pendengaran atau tunarungu)
b. Visual Impairment.(kelainan Penglihatan atau tunanetra)
c. Physical Disability (kelainan Fisik atau tunadaksa)
Setiap jenis kelainan tersebut akan melibatkan berbagai keahlian di samping guru khusus yang memiliki keterampilan dan keahlian khusus sesuai kebutuhan setiap jenis kelainan. Kerjasama sebagai tim dari setiap ahli sangat penting untuk keberhasilan pembelajaran ABK.
2. Masalah (problem) dalam belajar dan tingkah laku.
Kelompok Anak Berkebutuhan Khusus yang mengalami problem dalam belajar adalah:
a. Intellectual Disability (keterbelakangan mental atau tunagrahita)
b. Learning disability (ketidakmampuan belajar atau Kesulitan belajar khusus)
c. Behavior disorders (anak nakal atau tunalaras)
d. Giftet dan talented (anak berbakat)
e. Multy handicap (cacat lebih dari satu atau tunaganda)
Penyebab Kelainan pada ABK
Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab terjadinya kelainan pada Anak Berkebutuhan Khusus bisa dibagi atau dikelompokkan menjadi tiga (3) yaitu:
1. Pre Natal (sebelum kelahiran)
Sebelum kelahiran dapat terjadi di saat konsepsi atau bertemunya sel sperma dari bapak bertemu dengan sel telur ibu, atau juga dapat terjadi pada saat perkembangan janin dalam kandungan. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan.
Penyebab kelainan prenatal dari faktor eksternal dapat berupa Ibu yang terbentur kandungannya, karena jatuh sewaktu hamil, atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan sebagainya.
2. Natal (di saat melahirkan)
Pada saat ibu sedang melahirkan bisa menjadi penyebab, misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, infeksi karena ibu mengidap Sepilis dan sebagainya.
3. Post Natal
Kelainan terjadi pada Post Natal artinya kelainan yang disebabkan oleh faktor setelah anak ada di luar kandungan. Ini dapat terjadi karena kecelakaan, keracunan dan sebagainya.

C. Konsep Pendidikan Luar Biasa
Peta Konsep
Konsep merupakan gambaran mental yang lengkap tentang sesuatu. Dalam kontek ini diharapkan menjawab pertanyaan dibawah ini:
Bagaimana gambaran penjabaran PLB dapat mencapai tujuan akhirnya terhadap anak berkebutuhan khusus?
Bagaimana konsep PLB dan penjabarannya yang dapat memberikan layanan dengan tepat sesuai dengan kebutuhan pembelajaran ABK?
Bagaimana konsep PLB dapat mengembangkan potensi ABK dengan optimal dan menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang diharapkan?
Untuk itu semua, diperlukan skema yang tepat dalam operasionalnya apat dilihat pada gambar skema di bawah ini.

Gambar: Skema oprasional Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (PLB)
http://www.ditplb.or.id/penjas/pembelajaran_adaptif.jpg

Dari skema di atas jelas tidak semua ABK memerlukan pelayanan di kelas khusus. Kelas khusus dirancang bagi ABK yang memiliki kelainan berat atau alasan lain sehingga bila dimasukkan di kelas biasa akan menyebabkan adanya masalah baik pada ABK itu sendiri maupun pada anak yang lain dalam kelas tersebut. Sebagian anak hanya memerlukan program khusus tanpa harus di kelas khusus dan sebagian lagi hanya memerlukan layanan khusus tanpa harus di kelas khusus dan disertai dengan program khusus.

D. Isu Aktual dalam PLB
Dalam Pendidikan Luar Biasa banyak isu-isu yang harus diketahui oleh mereka yang berkecimpung dalam Pendidikan Luar Biasa, termasuk guru-guru umum.
Isu-Isu adalah suatu masalah aktual yang perlu mendapat pemecahan dan penelitian, sehingga ditemukan alternatif penanganan yang paling tepat bagi setiap Anak Berkebutuhan Khusus.
Dalam Pendidikan Luar Biasa Berkembang tentang Isu:
1. Labeling
Labeling diartikan sebagai pemberian nama kepada seseorang berdasarkan apa yang dimilikinya, kelainannya atau kemampuannya. Pemberian label sering menimbulkan hal yang negatif pada seseorang bila tidak diberikan secara tepat dan sesuai dengan yang dimilikinya, kelainannya atau kemampuannya.
Tidak ada yang salah didalam pemberian label pada anak akan tetapi sebaiknya label itu digunakan hanya bila diperlukan, dan hanya difokuskan pada individu.
Bagi guru titik beratnya tidak pada label tetapi pada kemampuan apa yang dimiliki yang tidak dimiliki anak, kemampuan apa yang dibutuhkannya.
Labeling membuat Pendidikan Luar Biasa seolah-olah Sekolah Khusus (SLB) sebagai prioritas utama dalam pelayanan PLB, padahal yang sebenarnya SLB adalah alternatif terakhir dalam memberikan pelayanan pendidikan pada Anak Berkebutuhan Khusus.
2. Normalization
Normalisasi diartikan secara mendasar bahwa semua Anak Berkebutuhan Khusus harus memiliki kesempatan untuk mencapai keberadaannya sedapat mungkin mendekati seperti keberadaan mereka yang normal. Membuat pola dan kondisi kehidupan sehari-harinya seperti atau mendekati normal dalam keterpaduan dengan masyarakat normal.
Isu Normalization menghasilkan integrasi yang baik antara anak cacat/berkelainan dengan mereka yang tergolong normal baik dalam pendidikan, pekerjaan dan kegiatan masyarakat lainnya.
Isu Normalization berakibat pada pola dan sistem layanan bagi penyandang cacat, baik layanan pendidikan maupun layanan rehabilitasinya. Sehingga pelayanan mengarah pada pola deinstitusionalisasi dan integrasi. artinya memperkecil kelompok, menjadikan suasana keluarga sebagai dasar dalam pelayanan kehidupan dalam lembaga dan selalu berpartisipasi dengan masyarakat r dan selalu mendekatkan dengan keluarganya.
Sekolah terpadu adalah sebagai solusi dari isu normalisasi dalam kehidupan anak.
3. Assessment
Bagaimana menemukan apa yang dimiliki, yang tidak dimiliki dan yang dibutuhkan anak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan Assessment (penilaian).
Di dalam penilaian (assessment) dibagi menjadi dua katagori yaitu:
  1. Informal Assessment, biasanya dilakukan oleh guru melalui observasi berbagai keterampilan, dan mempelajari laporan , maupun melalui tes yang dibuat guru untuk mengetahui tingkat penguasaan pelajaran yang telah diajarkan.
  2. Formal Assessment yaitu penilaian lewat tes standart seperti Tes hasil belajar, tes inteligensi, Wawancara dengan orang tua, tes bahasa, kepribadian, kreatif, kemampuan fisik, minat dan sebagainya.
Berdasarkan tujuannya maka assessment di kelompokkan menjadi:
  1. Assessment for Identification untuk menempatkan anak dalam pelayanan.
  2. Assessment for Teaching untuk merencanakan isi atau materi yang akan diajarkan dan merencanakan bagaimana mengajarkannya.
4. Individualized Instruction (Pembelajaran yang diindividualisasi)
Mengingat setiap anak memiliki karakteristik, kelebihan, kekurangan serta tingkat kemampuan dan tingkat kecacatan yang bervariatif maka pengajaran yang individualisasi sangat dibutuhkan. Meskipun dalam satu kelas ada bebrapa anak tetapi setiap anak memiliki program kegiatan yang berbeda-beda. Hal ini dapat mengembangkan potesi anak secara optimal. Untuk itu maka setiap anak harus memiliki Program pendidikan secara indinvidual atau Individual Educational Program (IEP) IEP ini dikembangkan berdasarkan hasil asessmen meliputi kemampuan, ketidak mampuan dan apa yang dibutuhkan. Dari sinilah pembelajaran dan adatasinya di kembangkan.
5. Access to Community artinya bila seorang anak biasa dapat dengan mudah menggunakan fasilitas yang disediakan maka Anak Berkebutuhan Khusus juga punya yang hak sama untuk dapat mengoprasikan dan menggunakan dengan mudah fasilitas tersebut (acsesibilitas). Apapun yang dibuat untuk keperluan pelayanan masyarakat umum harus memikirkan sekelompok anggota masyarakat yang karena hal tertentu ia mengalami kelainan.
6. Pendidikan terpadu artinya penyelenggaraan pembelajaran ABK dikembangkan dan dilaksanakan di sekolah biasa, meskipun dalam bentuk program kelas khusus. PLB dalam rancangan program khusus dan layanan khusus lebih penuh integrasinya, karena anak belajar di ruang kelas yang sama dengan anak yang lain. Layanan kelas khusus di sekolah biasa disebut integrasi sebagian atau integrasi lokasi.
Meskipun kelasnya tersendiri (kelas khusus) tetapi waktu mulai dan berakhirnya jam sekolah aturannya sama, termasuk seragamnya semua berlaku sama. Pada jam istirahat ABK bisa berintegrasi dengan anak normal lainnya yang ada di sekolah biasa tersebut.
7. Pendidikan Inklusif adalah pendidikan biasa yang sistem pendidikannya menyesuaikan kepada kebutuhan khusus setiap anak yang ada di kelas tersebut baik anak biasa maupun anak berkebutuhan khusus. Bila pendidikan terpadu anak disiapkan untuk dapat masuk ke lingkungan sekolah biasa, tetapi dalam pendidikan ingklusi sistem harus mampu memnuhi kebutuhan khusus setiap anak. Dengan demikian maka kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan oleh semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus. Dalam pendidikan inklusi tidak mengenal kelas khusus bagi ABK yang ada di sekolah tersebut, meskipun kelainannya seberat apapun.
8. Pendidikan terpisah atau segregasi adalah bentuk layanan pendidikan konfensional yang selama ini dikembangkan di negara kita dalam bentuk kelas Khusus di sekolah khusus atau Sekolah Luar Biasa.