TUNA GANDA








Ketrampilan Mengajar yang Memfasilitasi Pekembangan

Tangan dan Ekspresivitas Seseorang yang Tunanetra-rungu

 

Saya akan berbicara di sini seolah-olah saya berbicara tentang individu-individu yang buta total. Namun kebanyakan dari saran-saran ini dapat diterapkan kepada anak-anak atau orang dewasa dengan kemampuan penglihatan yang rendah dan pendengaran yang kurang, yang sering membutuhkan dukungan indera sentuhan dasar untuk memperkuat konsep-konsep tentang dunia, khususnya selama tahapan-tahapan awal perkembangan.

1. Melihat dan/atau menyentuh tangan anak atau orang dewasa dan belajar untuk membacanya.

Ini mengikuti saran dari Selma Fraiberg kepada para ibu dari anak-anak tunanetra. Ini lebih sulit dilakukan daripada yang terlihat. Orang-orang yang dapat melihat terbiasa untuk melihat ke muka-muka orang lain sebagai bukti dari perasaan dan perhatian. Belajar untuk memperhatikan tangan orang tunanetra-rungu adalah suatu keterampilan yang harus dipraktekkan. Seringkali kita dapat belajar menggunakan tangan kita sebagai organ perasa, sebagaimana juga menggunakan mata, untuk mencari tahu lebih banyak lagi mengenai apa yang diekspresikan seseorang tunanetra-rungu melalui tangannya. Berhubungan dengan tangan anak atau orang dewasa akan membantu kita dalam membacanya. Fraberg mencatat bahwa "jika kita merubah perhatian dari wajah seorang bayi tunanetra ke tangannya, kita dapat membaca bahasa isyarat yang ekspresif dari suatu pencarian, permohonan, pemilihan, dan pengenalan yang menjadi makin bervariasi selama enam bulan pertama (hal. 107)"
2. Pikirkan tangan sebagai pencetus topik dalam interaksi percakapan, khususnya pada anak-anak kecil yang belum menggunakan kata-kata.

Seorang anak yang bisa melihat namun belum dapat bicara biasanya mencetuskan topik-topik kepada orang dewasa melalui berceloteh, pandangan mata, dan gerak-isyarat (menunjuk, meraih, mendorong). Pandangan mata merupakan pencetus topik yang kuat antara anak dan ibunya atau pengasuhnya. Cara ini tidak tersedia bagi anak tunanetra maupun tunarungu. Bagi orang yang hendak terlibat dalam interaksi yang bermakna dengan anak tunanetra-rungu dan tidak berbicara, harus belajar melihat apa yang menjadi perhatiannya – apa yang ia minati – sehingga interaksi dengan anak dapat mengenai topik-topik yang menarik untuknya. Tangan adalah pencetus topik bagi anak-anak tunanetra-rungu. Tangan tersebut sering mengindikasikan apa yang diperhatikan seseorang anak pada saat itu.

Semua yang dilakukan atau disentuh anak dengan tangannya dapat dianggap sebagai suatu topik interaksi yang potensial. Topik-topik minat awal biasanya melibatkan tubuh anak itu sendiri dan tubuh dari orang-orang yang dekat secara fisik. Seorang anak tunanetra-rungu pertama kali tertarik pada apa yang bisa dilakukan oleh tubuhnya dan apa yang dapat dilakukan tubuh orang-orang lain serta apa rasanya. Pada tahapan yang sangat awal, perhatian belum terpusat pada tangan, namun pada seluruh badan, sebagaimana dibuktikan oleh kegembiraan dalam gerakan seluruh badan yang ditunjukkan oleh anak-anak kecil. Mendorong anak untuk tertarik pada apa yang terjadi pada saat tangannya menyentuh merupakan bagian dari membantu anak tersebut tumbuh berkembang. Ia akan mengambil manfaat bila ia dapat merubah perhatiannya secara bertahap dari perhatian ke seluruh badan menjadi perhatian yang lebih berpusat kepada tangan, karena tangannya dapat melakukan sesuatu di dunia dengan cara-cara yang tidak bisa dilakukan oleh tubuhnya. Pemberian semangat dan dorongan pada perkembangan ini paling baik dengan sentuhan tidak langsung dan responsif.

3. Menggunakan sentuhan tangan-di-bawah-tangan untuk memberi respon pada eksplorasi, pencetusan topik dan ekspresi perasaan.

Seorang anak tunanetra-rungu dan sering tampak tak berdaya cenderung menunjukkan perilaku meminta bantuan dari pengasuhnya. Satu jenis bantuan yang umum diberikan orang adalah manipulasi "tangan-di atas-tangan" (tangan pengajar atau orang tua di atas tangan anak). Dilakukan terlalu sering dan eksklusif, kondisi tangan-di atas-tangan membuat tangan anak tunanetra-rungu menjadi pasif, menunggu arahan dari tangan orang lain, dan menghindari untuk meraih informasi dan stimulasi di dunia. Ini juga mengalihkan perhatian anak dari obyek yang disentuh menjadi ke tangan yang berada di atas tangannya.


image: The teacher’s hand is slightly under the child’s as they explore together


Gambar 1. Tangan sang guru berada sedikit di bawah tangan si anak selagi mereka bereksplorasi bersama-sama


Dalam situasi umumnya, cara yang paling trampil dalam menyentuh seorang anak (atau orang dewasa) yang buta-tuli adalah tangan-di bawah-tangan. Ketika tangan seorang anak mengeksplorasi suatu obyek, atau bagian dari tubuhnya, atau tubuh orang lain, suatu sentuhan lembut di bawah bagian tangannya, atau langsung sepanjang sisi tangannya menjadi gerakan yang setara dengan gerak menunjuk. Sentuhan seperti itu membangun topik bersama dan menjadi dasar dari perkembangan bahasa. Kealamian dari sentuhan ini adalah penting. Sentuhan tangan-di bawah-tangan harus dilakukan secara hati-hati dengan tiga tujuan.

Sentuhan tangan-di-bawah–tangan ini (atau sentuhan jari-sepanjang sisi-jari):
·     tidak diatur.
·     memudahkan anak mengetahui bahwa kita membagi pengalaman menyentuh obyek yang sama atau membuat gerakan-gerakan yang sama.
·     tidak menutupi bagian-bagian paling penting dari pengalaman anak terhadap obyek apapun yang ia sentuh.

Penelitian terkini menunjukkan bahwa "ketika bayi-bayi secara aktif memperhatikan suatu obyek yang mereka bagi kepada ibunya, mereka cenderung untuk menghasilkan kata-kata dan gerakan-gerakan pertamanya" (Adamson, Bakeman, & Smith, 1994, hal. 41). Jenis sentuhan yang dijelaskan di sini adalah tangan orang dewasa berada di bawah tangan anak, atau jari-jarinya menyentuh sisi tangan anak, dilakukan dengan hati-hati dan diulang untuk memastikan bahwa anak tunanetra-rungu akan memperoleh kesempatan untuk membagi perhatiannya kepada obyek (atau gerakan) dan kemudian menjadi dasar kata-kata pertamanya.

4. Membuat tangan Anda siap untuk digunakan anak seperti keinginannya.

Sebelum seorang anak belajar menggunakan tangannya sebagai alat yang andal, ia sering percaya dan menggunakan tangan orang lain. Banyak orang menyaksikan seorang anak kecil meraih tangan orang dewasa dan meletakkannya pada suatu obyek yang hendak ia manipulasi. Supaya anak tunanetra-rungu dapat melakukan ini sendiri, tangan orang dewasa harus siap sedia baginya untuk digunakan. Tanpa penglihatan, kehadiran harus dirasakan secara fisik. Saya menemukan bahwa gerakan yang paling efektif adalah menempatkan tangan saya, telapak ke arah atas, dengan lembut di bawah telapak tangan anak, dengan ujung-ujung jari dalam posisi mudah untuk meraba.

image: The teacher’s hands are underneath—available for the child to use as tools.
Gambar 2. Tangan guru berada di bawah – siap digunakan oleh anak sebagai alat.


Bila seorang anak memiliki penglihatan yang digunakan, gerakan yang sama dapat dilakukan di depannya. Apa yang dikomunikasikan melalui gerakan itu yang berulang-ulang, adalah "Ini tanganku. Pergunakan mereka sesuka kamu. Eksplorasi apa yang bisa mereka lakukan". Tangan orang dewasa harus tetap bebas dari tekanan, dan juga fleksibel, supaya anak dapat menggunakannya sebagai alat. Seringkali anak menerima tawaran tersebut, mengambil tangan saya, bereksperimen dengan menggerakkannya. Dari gerakan yang sederhana ini, banyak permainan dan percakapan tangan dapat dikembangkan dan membuat anak dapat memperoleh kepercayaan diri pada kemampuannya menggunakan tangannya sendiri untuk mempengaruhi dunia.

5. Meniru gerakan tangan anak, tangan anda berada di bawah tangan anak.

Peniruan adalah bentuk yang paling baik untuk memberi dorongan. Itu memberikan anak kesadaran pada tangannya sendiri dan menekankan pada kekuatannya sebagai cara pengekspresian. Ini sama dengan apa yang dilakukan para ibu secara naluriah ketika mereka meniru suara-suara, gerakan-gerakan, dan ekspresi muka anak-anaknya. Setiap kali anak secara aktif menggunakan tangan-tangannya untuk memukul, bertepuk, melambai, membuka dan menutup, berputar, bergetar, menggerakan jari-jemari, tindakan-tindakan ini dapat ditiru sedemikian rupa untuk memberitahu anak bahwa anda melihat tangannya, namun juga dengan cara yang tidak mempengaruhi gerakan aktif tangan anak tersebut. Peniruan sepeti itu adalah suatu seni yang membutuhkan latihan, namun yang akan membuahkan hasil dalam bentuk peningkatan kepercayaan diri pada tangannya sendiri sebagai suara.

6. Bermain permainan tangan interaktif dengan sering.

Bagi anak yang tunanetra-rungu, pemainan-permainan ini setara dengan permainan celoteh pada anak yang sedang mengembangkan kemampuan bicara. (Mereka harus digunakan sebagai tambahan pada permainan celoteh, daripada sebagai pengganti, bila memungkinkan). Permainan dapat dimulai dari peniruan gerakan-gerakan anak, dan gerakan-gerakan tersebut harus ditemukan dan secara bertahap disempurnakan. Bertepuk tangan, membuka dan menutup jari, merangkak dengan jari, menggelitik – semua ini adalah jenis gerakan yang dapat dilakukan dalam permainan, secara bergantian, memberikan kesempatan maksimum kepada anak untuk merasakan tangan orang dewasa.

7. Membuat kondisi lingkungan yang mendorong aktivitas tangan, dan sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Penyediaan mainan-mainan atau bahan-bahan menarik lainnya pada garis tengah secara khusus penting bagi anak yang perlu untuk belajar menggunakan kedua tangannya bersamaan. Menggantung mainan-mainan di atas tempat tidur bayi atau di dalam "Ruangan Kecil" seperti yang didesain oleh Lilli Neilsen akan memungkinkan anak menemukan kemampuannya sendiri dalam mengkordinasikan kedua tangannya dan akan mendorong kepercayaan dirinya dalam keterampilan ini. Bila ini adalah mainan-mainan bersuara yang dapat mengeksploitasi kemampuan pendengaran yang tersisa, atau mainan-mainan yang bertekstur menarik, mereka akan sangat bermanfaat. Memperhatikan kemampuan meraih anak dan menyediakan mainan-mainan yang sesuai dengan kemampuan-kemampuan tersebut adalah juga penting – seorang anak dengan genggaman ulnar-palmar (jari-jari berlawanan arah dengan telapak), misalnya, akan membutuhkan mainan-mainan yang berbeda dengan yang diberikan pada anak yang mengembangkan genggaman pincer (jari-jari searah dengan telapak).

Saat anak tertarik pada obyek-obyek, maka adalah penting untuk memperhatikan kualitas apa yang ada pada obyek-obyek tersebut yang menarik perhatiannya dan kemudian memberikan mainan-mainan tambahan yang berkualitas serupa, namun sedikit berbeda. Melakukan ini akan membantu mengembangkan pengalaman sentuh anak dan kemudian membantunya juga dalam pengembangan keterampilan-keterampilan tangan dan kepercayaan diri. Penyediaan berkelanjutan bahan-bahan yang secara fisik menarik adalah sangat penting.

8. Mendorong pelemparan yang enerjik dalam pengaturan yang semestinya dan pada waktu perkembangan yang semestinya.

Karena keyakinan dalam penggunaan tangan sangat penting bagi perkembangan anak tunanetra-rungu, pentinglah untuk mendorong perilaku-perilaku tangan yang aktif.  Melempar adalah perilaku tangan dan juga perilaku otot besar.   Sebagaimana yang kita lihat, hal itu juga tampaknya merupakan bagian dari urutan perkembangan yang terutama penting bagi anak tanpa penglihatan, berhubungan dengan pemerolehan suatu rasa aman mengenai ketetapan obyek dan rasa mengenai dirinya sendiri. Beanbag (bantal berisi semacam pasir) dengan tekstur yang menyenangkan terutama cocok bagi pelemparan yang aman dan menyenangkan.  Suatu lingkungan yang aman di mana pelemparan tidak akan membahayakan si anak atau orang lain akan memberi keyakinan bagi pengasuh untuk dapat mengizinkan dan mendorong perilaku ini pada waktu yang semestinya, kemudian membantu anak untuk mengembangkan suatu kepercayaan aktif dalam kemampuannya untuk menggunakan tangannya dengan cara ini.

9. Mengundang akses ke tangan anda sendiri ketika tengah melakukan serangkaian kegiatan.

Orang tua, guru, dan teman-teman dari anak-anak dan orang-orang dewasa tunanetra-rungu dan memberikan banyak pengalaman tentang dunia dengan cara mengajak si anak atau orang dewasa tersebut untuk merasakan tangan ketika sedang memasak, membersihkan, menggabungkan bahan-bahan, mencuci, mengeksplorasi, berkomunikasi dengan orang lain, dan beristirahat.  Ketika seorang anak atau orang dewasa nyaman dengan posisi tangan-di-bawah-tangan (tangannya diletakkan di atas tangan orang lain), ajakan untuk menyentuh dapat dilakukan baik dengan bahasa (”Apakah kamu ingin menyentuh _____ ?”) atau dengan cara sederhana meletakkan tangan anda secara lembut di bawah tangan orang tunanetra-rungu dan mengarahkannya pada aktivitas. Jika tangan anda berada di bawah tangan seseorang tunanetra-rungu, ia bebas untuk bergerak, dan gerak-isyarat dirasa seperti suatu undangan dibandingkan dengan arahan.  Denagn berasumsi seorang anak memiliki banyak pengalaman yang positif dan tidak langsung yang melibatkan sentuhan, ia akan ingin tahu dan termotivasi untuk mengeksplorasi tindakan-tindakan Anda.  Kesempatan-kesempatan seperti ini, yang banyak muncul selama interaksi, akan mengajarkan tangan dan akal seorang anak dan akan menawarkan kesempatan-kesempatan yang terus-menerus bagi seorang tunanetra-rungu dewasa untuk bersentuhan dengan tindakan-tindakan dunia, bahan-bahan dunia, dan pilihan-pilihannya untuk berinteraksi dengan orang-orang lain.

Memberikan seseorang tunentra-rungu kesempatan untuk “lebih mendengarkan” percakapan-percakapan isyarat dengan cara menyentuh isyarat-isyarat dari orang-orang yang terlibat adalah penting dan harus diberikan secara berkala. Tanpa undangan untuk menyentuh percakapan-percakapan tersebut, seseorang yang tunanetra-rungu tidak akan memiliki pengalaman menyaksikan interaksi; ia memiliki pengalaman yang sedikit dari hanya mengetahui komunikasi yang diarahkan ke dirinya sendiri. Hal ini memiliki dampak sosial yang nyata jika hal itu menyatakan keseluruhan pengalaman seseorang.  Dengan berada dalam sentuhan nyata terhadap percakapan-percakapan orang-orang lain akan membantu menyeimbangkan pengalaman dan memperluas dunia dari seseorang yang tunanetra-rungu.

10. Mengundang orang tunanetra-rungu dalam mendapatkan akses sentuhan yang sebanyak mungkin terhadap lingkungan

Hal ini tampaknya terlalu gamblang untuk dinyatakan, tetapi terlalu sering dilupakan.  Seorang tunanetra, tetapi memiliki pendengaran yang baik, dapat mempelajari banyak hal melalui telinganya dan akan sering meminta untuk menyentuh obyek-obyek yang menarik yang keberadaannya ia ketahui dari percakapan atau suara-suara. Seseorang yang tunanetra-rungu memiliki sangat sedikit tanda-tanda mengenai apa yang ada di luar jangkauan tangannya. Karenanya ia harus bergantung pada kebaikan hati orang-orang di sekelilingnya untuk membuat lingkungannya dapat diakses.  Ketika memasuki suatu lingkungan baru, amat penting untuk memberi orientasi pada orang tunanetra-rungu tersebut.  Seorang anak akan memerlukan banyak pengalaman menyentuh obyek-obyek dan lingkungan sebelum bahasa dapat memberi gambaran yang berarti dan sebelum ia dapat mengambil manfaat dari layanan seorang penerjemah dibandingkan dengan sentuhan nyata.

11. Membuat model dari keahlian tangan apa pun yang anda ingin diperoleh oleh anak atau orang dewasa dan memungkinkan ia mendapat akses sentuhan terhadap model tersebut.

Seringkali anak-anak tunanetra atau tunanetra-rungu pertama kali diperlihatkan keahlian tangan dengan cara mengarahkan tangan mereka dalam gerakan-gerakan aktivitas yang diinginkan oleh guru atau pengasuh untuk mereka lakukan.  Jenis bantuan ini dapat berarti bagi anak yang memiliki kesulitan dalam manipulasi, namun akan lebih membantu si anak jika ia dapat “melihat” anda dulu yang melakukannya, sebelum ia diminta untuk melakukannya dan sebelum ia dimanipulasi melalui hal itu.  Pembuatan model dapat terjadi secara alamiah jika kegiatan dianggap sebagai saling menguntungkan : Mengerjakan hal-hal bersama-sama dengan si anak, lebih daripada dikerjakan anak itu sendiri.  Suatu kegiatan seperti menyikat gigi, sebagai contoh, dapat secara mudah dibuat modelnya bagi si anak jika anda membuatnya sebagai suatu kebiasaan untuk menyikat gigi anda sendiri pada waktu yang sama, dan jika anda mengundangnya untuk menyentuh sikat gigi anda dan gerakan-gerakan ketika anda melakukan kegiatan tersebut.

Orang-orang dewasa yang tunanetra-rungu dapat mengambil banyak keuntungan dari model dan hubungan saling menguntungkan ini.  Dalam suatu lokakarya, sebagai contoh, anggota-anggota staf yang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sama dengan para pekerja yang tunanetra-rungu, yang juga mengundang mereka yang tidak dapat melihat untuk menyentuh tangan mereka ketika bekerja, berkomunikasi dengan baik dengan orang tunanetra-rungu.  Mereka tidak hanya memodelkan keahlian tangan, tetapi juga mendorong keterampilan kerja lain seperti perhatian yang dipertahankan.  Sebagai tambahan, mereka mendorong suatu rasa memiliki dalam diri orang tunanetra-rungu, dan orang ini menjadi bagian dari suatu “kita” dibandingkan dengan merasa terisolasi atau terpisah.  Rasa memiliki ini diciptakan melalui penggunaan tangan yang terampil oleh mereka yang bekerja dengan orang tunanetra-rungu.

12. Membuat bahasa dapat diakses oleh tangan orang tunanetra-rungu
Untuk banyak orang tunanetra-rungu, tangan adalah organ indera satu-satunya yang dapat digantungkan untuk mengakses bahasa.  Seorang anak yang dapat mendengar akan bisa mendengar ribuan dan ribuan kata-kata sebelum memproduksi kata pertamanya sendiri.  Seorang anak tunanetra-rungu perlu menyentuh ribuan kata-kata sebelum ia dapat mulai memahami bahasa dan memproduksi kata-kata pertamanya sendiri.  Ia perlu untuk menyentuh kata-kata ini dalam suatu cara yang memungkinkannya untuk melekatkan artinya – sementara ia mengalami hal-hal yang diartikan tersebut.  Ini akan berarti menamai obyek-obyek bagi anak ketika ia menyentuhnya, menamai tindakan-tindakan ketika ia terikat dengannya, dan menamai perasaan-perasaan ketika ia mengalaminya.

Bahasa isyarat biasanya adalah cara yang paling efisien untuk membuat bahasa dapat diakses dengan sentuhan.  Di Alaska, anak-anak Inuit yang tunanetra-rungu secara alamiah terpapar terhadap bahasa isyarat karena orang-orang di dalam budaya tersebut telah mengetahui suatu bahasa isyarat yang mereka gunakan untuk berkomunikasi jarak jauh ketika sedang berburu. Suatu keluarga mulai menggunakan isyarat secara konsisten segera ketika mereka menyadari seorang anak adalah tunarungu. Beruntung karena terdapat bahasa isyarat yang dapat diakses (membuatnya lebih terakses karena tempat tinggal mereka sangat kecil, dan karenanya memastikan bahwa sentuhan dapat terjadi dengan mudah), anak-anak yang terlahir tunanetra-rungu dalam budaya ini sering mendapatkan banyak isyarat pada usia empat atau lima tahun.  (Rhonda Budde, komunikasi pribadi, Maret, 1997).  Guru, orang tua, dan pengasuh anak-anak tunanetra-rungu akan lebih baik untuk memikirkan menciptakan suatu budaya serupa dalam ruang kelas dan rumah – suatu budaya di mana seorang anak tunanetra-rungu dapat mendengar bahasa dengan tangannya (atau mata, bila memungkinkan).  Membuat bahasa dapat diakses bagi tangan atau mata berbeda dengan mengajarkan bahasa satu isyarat pada satu saat.  Seorang anak atau seorang dewasa mempelajari bahasa dengan cara melihat paparan berarti yang konsisten, tidak dengan cara diajarkan satu kata pada satu waktu.  Mengajarkan kata-kata secara satu per satu penting pada akhirnya, tetapi hanya dalam konteks paparan keseluruhan terhadap bahasa yang dapat diakses.

Tanda-tanda sentuhan bisa dibuat ketika anda membuatnya bagi seseorang yang dapat melihat, sambil menghadapi orang tunanetra-rungu. Jika ia nyaman meletakkan tangannya dengan ringan di tangan anda dan mengikutinya (setelah mempraktekkan sentuhan, permainan, dan eksplorasi bersama yang digambarkan di atas), ia akan menemukan posisi tangannya sendiri yang paling efisien untuk membaca tanda-tanda anda dengan tangannya (Lihat tips-tips rinci Theresa Smith untuk penandaan sentuhan).

Bahasa isyarat dan juga metode Tadoma, tanda-tanda sentuhan, simbol-simbol obyek, simbol-simbol dua-dimensi, dan Braille kesemuanya dapat menjadi cara untuk membuat bahasa dapat diakses bagi tangan seseorang yang tak dapat melihat atau mendengar. Mengundang seseorang yang tunanetra-rungu untuk menyentuh anda ketika anda berbicara, ibu jari dengan lembut diletakkan di bibir bawah dan jari-jari meraba di sepanjang kerongkongan di mana suara-suara bergetar, dapat membuatnya melakukan pembedaan terhadap getaran-getaran suara yang dapat meningkatkan aksesibilitas bahasa (posisi tangan ini disebut posisi Tadoma).  Dengan memiliki kegiatan-kegiatan yang diwakili oleh tanda-tanda sentuhan dan/atau simbol-simbol obyek dapat menjadi salah satu cara simbolis dalam mengindikasikan kepada seorang anak apa yang akan terjadi dan dapat berlaku sebagai cara awal untuk membuat bahasa dapat diakses secara sentuhan.  Pemaparan terhadap Braille dan/atau label-label bertekstur dapat menduplikasi paparan alamiah seorang anak yang dapat melihat terhadap cetakan – anak tunanetra-rungu dapat menerima paparan terhadap label-label sederhana jauh sebelum ia dapat membacanya.  Paparan sedemikian secara sederhana memberikan anak kesempatan untuk mengenali bahwa label-label taktis atau Braille dan benda-benda yang mewakili obyek-obyek atau orang-orang, sebagaimana seorang anak yang dapat melihat akan mulai mengenali label-label pada semua jenis benda di sekitar rumah dan sekolah.

13. Menjadi sadar dengan tangan Anda sendiri sebagai pembawa perasaan dan fungsi-fungsi pragmatis.

Setiap kali kita menyentuh seseorang kita mengkomunikasikan sesuatu dari kualitas sentuhan kita. Seseorang yang tunanetra-rungu mungkin dapat membaca komunikasi dengan lebih sensitif dibandingkan dengan orang-orang yang memfokuskan perhatian mereka terutama pada apa yang mereka lihat dan dengar.  Kita perlu menyadari tentang apa yang kita komunikasikan ketika kita menyentuh.  Sentuhan dapat mengkomunikasikan suatu rentangan luas perasaan, sebagaimana yang diajarkan oleh murid-murid saya dan teman-teman saya selama bertahun-tahun. Kecepatan tangan saya bergerak, ringan atau beratnya sentuhan saya, hangat atau dinginnya tangan saya – kesemuanya ini dapat membawa kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, ketidaksabaran, kekecewaan, dan serangkaian perasaan-perasaan lainnya. Hal itu akan membantu komunikasi kita jika kita dapat menyadari apa yang tangan kita katakan ketika menyentuh. Tetapi kita tidak akan selalu dapat benar-benar menyadari atau mengontrol apa yang disampaikan oleh tangan kita. Di sini, murid-murid, teman-teman, dan anggota keluarga kita yang tunanetra-rungu dapat banyak membantu kita. Mereka dapat merefleksikan perasaan-perasaan kita, membantu kita untuk menjadi lebih sadar dan memahami. Namun hal ini dapat saja terjadi jika kita sensitif terhadap reaksi-reaksi mereka kepada kita, dan jika kita mengundang umpan balik.

Tangan dapat mengekspresikan tidak hanya perasaan, tetapi juga keinginan.  Tangan dapat mengantarkan fungsi-fungsi pragmatis. Suatu sentuhan dapat menjadi suatu perintah, suatu pertanyaan, suatu pernyataan, suatu undangan, atau suatu komentar yang sederhana atau kompleks, tergantung pada sifatnya. Apa pun fungsi-fungsi pragmatis ini yang digunakan secara berlebihan dapat memperlambat interaksi percakapan, baik verbal maupun non-verbal.  Begitu banyak perintah atau pertanyaan-pertanyaan “menggurui” (hal-hal mana penanya sudah tahu jawabannya) yang sesuai untuk menghentikan suatu alir bolak balik dengan mudah – seseorang hanya perlu mengkonsultasikan pengalaman seseorang dalam bercakap-cakap untuk mengetahui bahwa hal ini adalah benar.  Komentar, pertanyaan yang tulus, dan ajakan lebih mungkin mendorong interaksi lebih jauh.  Sebagai hasilnya, ketika berinteraksi dengan seseorang yang tunanetra-rungu – termasuk orang-orang yang tidak menguasai suatu bahasa – kita perlu belajar untuk menyentuh dengan cara yang dapat menyampaikan keinginan-keinginan ini.  Seorang terapis fisik, sebagai contoh, mungkin merasa ada gunanya untuk berpikir dengan maksud mengundang seorang anak untuk menunjukkan suatu gerakan tertentu dibandingkan dengan memerintahkannya untuk melakukannya. Membuat jeda selama interaksi untuk memberi komentar dengan sentuhan pada apa pun yang diminati si anak akan juga mungkin memfasilitasi interaksi apa pun.  Suatu komentar dapat berupa bentuk sederhana dari sentuhan tangan-di-bawah-tangan sebagaimana yang digambarkan dalam #3 di atas, atau hal itu dapat berupa sentuhan tidak langsung yang menyampaikan simpati.  Itu bahkan dapat berupa suatu penyerupaan bahasa tubuh, yang secara sederhana mengatakan, “Saya mendengar apa yang kamu katakan,” hampir serupa dengan kontak mata atau anggukan kepala bagi orang yang dapat melihat.  Fitur yang paling penting dari sebuah komentar – terpisah dari suatu perintah, suatu arahan, atau beberapa jenis pertanyaan – adalah ia tidak menuntut.  Hal itu membuat orang lain bebas untuk menanggapi atau tidak menanggapi.

Dalam mempelajari berkomentar dengan tangan kita sambil berinteraksi dengan orang-orang tunanetra-rungu, kita perlu menahan godaan untuk selalu mengarahkan dan mengerjakan hal-hal untuk dan bagi orang lain. Godaan ini sering, setidaknya menurut pengalaman saya sendiri, lahir dari keinginan alamiah untuk membantu seseorang yang tampaknya membutuhkan banyak bantuan karena kekurangan-kekurangan indera mereka.  Menahannya mungkin diperlukan dimana saya mulai mempercayai dan menghargai kompetensi alamiah dari orang tunanetra-rungu, dalam bentuk kompentensi apa pun itu.  Saya perlu menyadari bahwa ia akan menemukan hal-hal bagi dirinya sendiri jika saya tidak terus-menerus mengarahkan tangannya, dan bahwa pengamatan dan gagasannya akan muncul dari dirinya sendiri jika saya tidak selalu menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan.  Agar hal ini dapat terjadi, saya perlu memberikan kebebasan dan waktu bagi tangannya untuk mengekspresikan dirinya. Saya juga perlu belajar menggunakan tangan saya sendiri tidak hanya sebagai alat (fungsi normalnya), tetapi juga sebagai organ-organ indera, dan sebagai suara yang dapat mengantarkan perasaan-perasaan yang berbeda.

Seorang wanita dewasa yang tunanetra-rungu menggambarkan suatu pengalaman di mana suatu sentuhan yang berhati-hati bertindak untuk mengantarkan perasaan dan empati dan merupakan suatu komentar yang sederhana, menenangkan :

Saya ingat ketika saya mengalami operasi di rumah sakit, saya baru terbangun dari bius.  Saya belum sadar sepenuhnya dan mulai untuk merasakan ”sendiri” karena alat bantu pendengaranku dan kacamataku dilepas dan saya terputus dari suara-suara dan benda-benda.  Tiba-tiba, saya merasakan sebuah tangan menyentuh lenganku, mengatakan bahwa segalanya baik-baik saja. Tangan itu sangat berarti bagiku!  Ia memberikan lebih daripada penglihatan dan suara pada saat itu.  (Dorothy Walt, komunikasi pribadi, April, 1997)

Kita semua memiliki banyak hal untuk dipelajari mengenai tangan, dan tentang sentuhan sebagai cara untuk mengetahui.  Sentuhan adalah indera yang terabaikan di dalam kebudayaan kita, dan tangan sering diabaikan sebagai jalan utama ekspresi.  Orang-orang tunanetra-rungu dapat menjadi guru kita karena kita semua belajar bagaimana untuk menggunakan tangan kita dengan semakin terampil.



0 komentar:

Posting Komentar